Ambo masse |
Maros, 14 Desember 2024 — Proyek pembangunan jalan penghubung Kuri Caddi dan Kuri Lompo di Desa Nisombalia, Kabupaten Maros, kembali memicu polemik setelah warga, Ambo Masse, melayangkan protes atas penggunaan lahannya tanpa konfirmasi. Kasus ini memperlihatkan lemahnya koordinasi dan transparansi dari Pemerintah Kabupaten Maros dalam menjalankan proyek infrastruktur strategis.
Klaim Lahan yang Terabaikan
Ambo Masse, yang memiliki sertifikat resmi atas lahan di lokasi proyek, merasa dirugikan karena pemerintah tidak melibatkan dirinya dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. "Saya mendukung pembangunan, tetapi hak saya diabaikan. Tanah ini saya miliki secara sah, tapi pemerintah masuk begitu saja tanpa pemberitahuan," tegasnya dengan nada kecewa.
Proyek yang seharusnya menjadi solusi pengembangan infrastruktur justru memicu konflik akibat buruknya komunikasi dan minimnya transparansi. Warga sekitar bahkan menilai Pemkab Maros gagal melakukan pendekatan yang manusiawi, sehingga menimbulkan resistensi dari masyarakat.
Wakil Bupati Coba Redam Konflik
Wakil Bupati Maros, Hj. Suhartina Bohari, akhirnya turun tangan untuk memediasi konflik yang telah mencoreng citra pemerintah daerah. Dalam dialog dengan warga, Suhartina berjanji akan memberikan solusi, termasuk ganti rugi yang layak kepada Ambo Masse.
Hj. Suhartina Bohari |
"Kami tidak ingin konflik ini terus berlarut-larut. Pemerintah hadir untuk menjembatani kepentingan umum dan kepentingan warga. Saya sudah instruksikan tim untuk memastikan semua hak warga terpenuhi," ujarnya.
Namun, langkah mediasi ini dianggap terlambat oleh sebagian warga. Mereka menilai pemerintah baru bertindak setelah persoalan mencuat ke publik. "Kalau dari awal koordinasi baik, tidak perlu ada konflik seperti ini. Tapi kenyataannya, pemerintah seperti abai pada prosedur," kritik salah satu tokoh masyarakat setempat.
Farid Mamma: “Prinsip Keadilan Harus Diutamakan”
Farid Mamma, SH., M.H., praktisi hukum sekaligus pengamat kebijakan publik di Sulawesi Selatan, mengecam lambannya respons Pemkab Maros. Menurutnya, kasus ini mencerminkan kurangnya penghormatan terhadap prinsip-prinsip hukum agraria.
"Pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap proyek pembangunan memenuhi asas keadilan. Penggunaan lahan tanpa persetujuan pemiliknya adalah pelanggaran serius. Proses ganti rugi harus dilakukan sebelum proyek dimulai, bukan setelah warga memprotes," tegas Farid.
Ia juga menyoroti peran pemerintah desa yang seharusnya menjadi penghubung utama antara masyarakat dan Pemkab. "Transparansi dan komunikasi yang buruk dari pemerintah desa hanya memperkeruh situasi. Ini harus menjadi pelajaran agar ke depan tidak terulang," tambahnya.
Pemkab Maros Harus Bertanggung Jawab
Dengan konflik yang telah mencuat, publik mendesak Pemkab Maros untuk tidak hanya menyelesaikan kasus ini, tetapi juga memperbaiki tata kelola proyek di masa mendatang. Proyek jalan penghubung sepanjang 900 meter ini, yang direncanakan membawa manfaat besar bagi masyarakat sekitar, kini menjadi sorotan negatif akibat lemahnya perencanaan.
“Jangan hanya berbicara soal kepentingan umum, tapi abaikan hak warga. Pemerintah seharusnya menjadi teladan dalam menjalankan prinsip keadilan, bukan malah menjadi sumber konflik,” pungkas Farid dengan nada tegas.
@tim
0 Comments